Sebelum Judo
Pegulat
sumo
zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal ini
menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya
hanya dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan
pada zaman
Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).
Pada perkembangannya, Jepang memasuki masa-masa perang di mana kaum
aristokrat digeser kedudukannya oleh kaum militer. Demikian pula
olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan, oleh kaum militer
dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik jujutsu
dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa senjata
atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan
lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.
Pada zaman
Edo
(abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang relatif aman,
jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh bagi
masyarakat kelas ksatria. Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai
muncul, antara lain
Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan
Tenjinshin'yo.
Awal mula Judo
Jigoro Kano menambahkan gayanya sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk
Tenjinshiyo dan
Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah
dojo di Tokyo yang ia sebut
Kodokan Judo. Dojo pertama ini didirikan di kuil
Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.
Tujuan utama jujutsu adalah penguasaan teknik menyerang dan bertahan.
Kano mengadaptasi tujuan ini, tapi lebih mengutamakan sistem pengajaran
dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga target spesifik untuk judo:
latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan kompetisi di
pertandingan-pertandingan.
Perbedaan Judo dan Jujutsu
Terjemahan harafiah dari kata 'judo' adalah 'cara yang halus'. 'Cara'
atau 'jalan' yang dimaksud disini memiliki arti konotasi secara etika
dan filosofis. Kano mengungkapkan konsep filosofinya dengan dua frasa, "
Seiryoku Zen'yo" (penggunaan energi secara efisien) dan "
Jita Kyoei"
(keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain). Meskipun disebut halus,
namun sebenarnya judo merupakan kombinasi dari teknik-teknik keras dan
lembut, maka dari itu judo dapat pula diartikan sebagai 'cara yang
lentur'.
Jujutsu, pada sisi yang lain, memiliki terjemahan harafiah 'kemampuan yang halus'. Latihan jujutsu dipusatkan pada cara-cara (
Kata) tertentu dan formal, sedangkan judo menekankan pada latihan bebas teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori
). Hal ini membuat pelatihan judo berjalan lebih dinamis.
Para kontestan jujutsu menggunakan seragam yang relatif berat (
hakama).
Para praktisi awal judo menggunakan semacam celana pendek, namun tidak
lama kemudian mereka lebih memilih menggunakan busana Barat yang dinilai
lebih memiliki keunggulan fungsi dan mengijinkan pergerakan yang lebih
bebas. Seragam modern judo (
judogi) dikembangkan pada tahun 1907.
Teknik-teknik jujutsu, selain teknik dasar seperti melempar dan
menahan, menggunakan pukulan, tendangan, bahkan menggunakan senjata
pendek. Pada sisi lain, judo menghindari tendangan dan pukulan-pukulan
yang berbahaya, dan lebih dipusatkan pada teknik membanting yang
terorganisir dan teknik bertahan.
Penggunaan akhiran -do dan -jutsu
Banyak cabang beladiri Jepang yang mempunyai awalan yang sama namun memiliki dua akhiran '-do' dan '-jutsu'.
Bujutsu dan
budo serta
Kenjutsu dan
kendo
adalah beberapa contohnya. Perbedaan dasar dari kedua akhiran ini
adalah '-do' berarti 'jalan' dan '-jutsu' yang artinya 'jurus' atau
'ilmu'. Selain itu dalam bela diri berakhiran '-do' biasanya lebih
banyak peraturan yang tidak memungkinkan seseorang untuk terluka akibat
serangan yang fatal, namun tidak demikian halnya dengan bela diri yang
berakhiran dengan kata '-jutsu', misalnya di dalam kendo, hanya bagian
tangan, perut, kaki, dan bagian bawah dagu yang boleh diserang,
sedangkan kenjutsu membolehkan serangan ke semua bagian tubuh.
Secara umum, budo ('bu-' artinya prajurit) adalah pengembangan dari
bujutsu yang telah disesuaikan dengan zaman sekarang (untuk olahraga,
bukan berkelahi). Beberapa contoh bujutsu yang dikembangkan menjadi
budo:
- Jujutsu -> Judo
- Kenjutsu -> Kendo
- Aiki-Jujutsu -> Aikido
- Kempo jutsu -> Kempo Do
- Karate jutsu -> Karate Do
- Battoujutsu/Iaijutsu -> Battoudo/Iaido
Judo sebagai cabang olahraga
Judoka perempuan
Kaum perempuan pertama kali diterima sebagai judoka pada tahun
1893,
walaupun pada saat itu kaum olahragawati dianggap sebelah mata di dalam
struktur masyarakat Jepang. Meskipun demikian, kemajuan yang dramatis
ini hanya berlangsung sebentar, karena pada hakekatnya mereka masih
dijauhkan dari pertandingan-pertandingan resmi, dengan alasan
keselamatan fisik.
Setelah
Perang Dunia II, judo bagi laki-laki dan perempuan diperkenalkan keluar Jepang. Persatuan Judo Eropa dibentuk pada tahun
1948, diikuti dengan pembentukan
Federasi Internasional Judo pada tahun
1951. Judo menjadi salah satu cabang olahraga resmi Olimpiade pada
Olimpiade Tokyo 1964 di
Tokyo, Jepang. Judoka perempuan pertama kali berlaga di Olimpiade pada
Olimpiade Barcelona 1982 di
Barcelona,
Spanyol.
Tingkatan Judo dan warna ikat pinggang
Dimulai dari kelas pemula (
shoshinsha) seorang judoka mulai menggunakan ikat pinggang dan disebut berada di tingkatan
kyu kelima. Dari sana, seorang judoka naik tingkat menjadi
kyu keempat, ketiga, kedua, dan akhirnya
kyu pertama. Setelah itu sistem penomoran dibalik menjadi
dan pertama (
shodan), kedua, dan seterusnya hingga
dan
kesepuluh, yang merupakan tingkatan tertinggi di judo. Meskipun
demikian, sang pendiri, Kano Jigoro, mengatakan bahwa tingkatan judo
tidak dibatasi hingga
dan kesepuluh, dan hingga saat ini karena hanya ada 15 orang yang pernah sampai ke tingkat
dan kesepuluh, maka tidak ada yang pernah melampaui tingkat tersebut.
Warna
ikat pinggang menunjukkan tingkatan
kyu ataupun
dan. Pemula,
kyu kelima dan keempat menggunakan warna putih;
kyu ketiga, kedua, dan pertama menggunakan warna cokelat; warna hitam dipakai oleh judoka yang sudah mencapai tahapan
dan, mulai dari
shodan, atau
dan pertama, hingga
dan kelima. Judoka dengan tingkatan
dan keenam hingga
dan
kesembilan menggunakan ikat pinggang kotak-kotak bewarna merah dan
putih, walaupun kadang-kadang juga menggunakan warna hitam. Tingkatan
teratas,
dan kesepuluh, menggunakan ikat-pinggang merah-putih atau merah. Judoka perempuan yang telah mencapai tahap
dan keatas memiliki garis putih yang memanjang di bagian tengah ikat pinggang hitam mereka.
Lantai Judo
Pertandingan judo diselenggarakan di atas karpet atau
matras (
tatami) berbentuk
segi empat (
belah ketupat) dengan sisi 14,55
meter atau sepanjang 8
tatami
yang dijajarkan. Selain dialasi matras, kebanyakan dojo judo sekarang
menggunakan pegas di bawah lantai palsu, untuk menahan benturan akibat
bantingan.
Di awal pertandingan, kedua judoka berdiri di tengah-tengah tepat di
belakang garis sejajar dengan diawasi oleh juri. Sebelum dimulai, kedua
judoka tersebut menunduk memberi hormat satu sama lain dari belakang
garis. Di sudut atas dan bawah belah ketupat duduk dua orang hakim, dan
di belakang masing-masing judoka, di luar arena yang dibatasi matras,
duduk judoka-judoka dari regu yang sama, dan duduk pula seorang pencatat
waktu dan seorang pencatat nilai.
Pertandingan diselenggarakan di dalam arena di dalam matras yang dibatasi oleh (dan termasuk didalamnya) garis merah (
jonai). Luas arena tersebut adalah 9,1 meter persegi dan terdiri dari 50
tatami.
Waza atau teknik judo yang dipakai di arena diluar garis merah (
jogai) tersebut dianggap tidak sah dan tidak dihitung.
Seragam Judo
Seragam (
gi) longgar yang dikenakan seorang judoka (
judogi) harus sesuai ukurannya.
Jaket
Bagian bawah jaket menutupi pantat ketika ikat pinggang dikenakan.
Antara ujung lengan dengan pergelangan tangan selisih 5-8 cm. Lengan
baju panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang lengan. Karena
jaket ini dirancang untuk menahan benturan tubuh akibat dibanting ke
lantai, maka bahannya umumnya lebih tebal dari seragam
karate (
karategi) atau bela diri yang lain
Ikat pinggang
Ikat pinggang harus cukup panjang sehingga menyisakan 20-30 cm menjuntai pada masing-masing sisi.
Celana
Celana yang dipakai sedikit longgar. Antara ujung celana dengan
pergelangan kaki selisih 5-8 cm. Celana panjangnya sedikit lebihnya dari
dua pertiga panjang kaki.
Mengenakan seragam
Celana dikenakan dan tali celana dikencangkan. Jaket kemudian
dikenakan dengan sisi kiri di atas sisi kanan. Kenakan ikat pinggang
dengan cara meletakkan tengah-tengah sabuk di depan perut, kemudian
kedua ujung sabuk diputar melingkar di belakang pinggang kembali ke
depan; pegang kedua ujung sabuk, lalu talikan dengan kedua ujung
berakhir secara horisontal. Talikan dengan kencang sehingga tidak lepas
pada saat pertandingan.
Peraturan pertandingan
Pertandingan judo diadakan antara perorangan dan juga beregu.
Beberapa kompetisi membagi pertandingan menjadi 8 kategori, berdasarkan
berat tubuh. Kompetisi lain membagi pertandingan berdasarkan tingkatan
dan, umur, dan lain-lain. Ada juga yang tidak mengenal pembagian apapun.
Satu pertandingan judo berlangsung selama 3-20 menit. Pemenang
ditentukan dengan jalan judoka pertama yang meraih satu angka, baik
dengan bantingan maupun kuncian. Jika setelah waktu yang ditentukan
tidak ada pemain yang memperoleh satu angka, pemain dengan nilai lebih
tinggi menang atau pertandingan berakhir seri.
Judo, sebagaimana olahraga lain dari Jepang, diselenggarakan dengan
penuh tata krama. Kedua judoka membungkuk memberi hormat satu sama lain
pada awal dan akhir pertandingan.
Awal pertandingan
Judoka menghadap satu sama lain, meluruskan telapak kaki mereka di
belakang garis masing-masing di tengah-tengah arena dan berdiri tegak
lurus. Lalu mereka saling membungkuk pada saat yang sama. Kemudian
mereka maju satu langkah, diawali dengan kaki kiri, dan berdiri dengan
posisi kuda-kuda alami (
shizen hon tai). Sang juri atau wasit lalu berkata "Mulai" (
Hajime) dan pertandingan pun dimulai.
Akhir pertandingan
Kedua judoka kembali dalam posisi kuda-kuda alami dan menghadap satu
sama lain satu langkah di depan garis mereka masing-masing. Juri
kemudian mengumumkan hasil pertandingan, dan kedua kontestan mundur
selangkah ke belakang garis dimulai dengan kaki kanan. Mereka lalu
membungkuk lagi dan keluar dari arena.
Sistem penilaian
Satu angka (ippon) dapat diperoleh dengan jalan:
- Bantingan (nage waza): Jika judoka dapat mengungguli teknik
lawan dengan membantingnya dengan tenaga dan kecepatan dengan punggung
membentur lantai terlebih dahulu.
- Kuncian (katame waza): Jika judoka berhasil mengunci lawan sehingga ia mengucapkan kata "Aku menyerah!" (maitta),
atau menepuk lantai dua kali dengan tangan atau kaki, pingsan, atau
jika kuncian tersebut berlangsung paling sedikit 30 detik (osae waza) dan diumumkan bahwa pertandingan berakhir (osae komi)
Setengah angka (waza ari) dapat diperoleh dengan cara:
- Bantingan: Jika teknik judoka cukup bagus namun tidak sampai layak untuk menerima angka penuh.
- Kuncian: Jika judoka berhasil mengunci lawannya selama paling tidak 25 detik.
Dua
waza ari berarti satu angka, namun setengah angka saja
tidak cukup untuk menentukan seorang pemenang, maka oleh para perancang
pertandingan dibuatlah sistem angka tambahan.
Tambahan (yuko dan koka) yang tidak peduli
berapapun tidak akan mengungguli satu 'Setengah-angka', namun dapat
menjadi penentu jika masing masing judoka memperoleh nilai yang sama
(1W1Y0K - 1 Waza dan 1 Yuko menang melawan 1W0Y9K - 1 Waza dan 9 Koka).
Angka tambahan ini diperoleh jika teknik yang diperagakan tidak cukup
bagus untuk memperoleh nilai setengah (
yuko) atau tidak cukup bagus untuk memperoleh
yuko (
koka). Tidak jarang suatu pertandingan ditentukan dengan banyaknya
yuko dan
koka yang diperoleh (karena satu angka otomatis menang dan dua setengah-angka juga otomatis menang)
Jika jumlah nilai yang diperoleh kedua judoka sama, maka
kadang-kadang suatu pertandingan menggunakan sistem pemungutan suara
antara kedua hakim sudut dan juri (dengan total tiga suara).
Teknik terlarang
Teknik-teknik atau
waza yang berbahaya tidak diijinkan
penggunaannya. Total teknik terlarang berjumlah 31 (32 untuk perempuan).
Judoka akan dikenai empat tingkatan sanksi, tergantung seberapa berat
pelanggaran yang dilakukan. Untuk tiap-tiap jenis pelanggaran,
pertandingan dihentikan sejenak dan kedua judoka kembali ke garis
masing-masing.
Pelanggaran ringan (shido) adalah peringatan untuk pelanggar peraturan yang tidak seberapa berbahaya. Judoka diberi peringatan
awasete chui jika melakukannya untuk kedua kalinya. Pelanggaran ini memiliki nilai berkebalikan dengan satu
koka. Beberapa tindakan yang akan mendapat peringatan:
- Seorang judoka kehilangan semangat bertarung dan tidak menyerang selama lebih dari 30 detik
- Melepas ikat pinggang lawan atau ikat pinggang sendiri tanpa izin dari juri
- Melilit tangan lawan dengan ujung ikat pinggang (atau ujung baju)
- Memelintir atau berpegang pada ujung lengan baju maupun celana lawan
- Memasukkan bagian seragam lawan manapun ke dalam mulut (menggigit seragam lawan)
- Menyentuh wajah lawan dengan bagian tangan atau kaki manapun
- Menarik rambut lawan
- Mengunci telapak tangan lawan dengan telapak tangan sendiri selama lebih dari 6 detik dalam posisi berdiri
Pelanggaran kecil (chui) adalah peringatan untuk pelanggaran yang lebih berat dari pelanggaran ringan. Pelanggaran ini memiliki efek negatif sebesar
yuko Beberapa contohnya sebagai berikut:
- Memasukkan bagian kaki manapun ke seragam lawan, baik ikat pinggang maupun jaket, selama kuncian dilakukan lawan
- Mencoba mematahkan jari lawan untuk melepaskan genggaman lawan
- Menendang tangan lawan dengan kaki atau lutut untuk lepas dari cengkeraman lawan
Pelanggaran berat (keikoku) adalah pelanggaran yang
dapat dikenai sanksi dan teguran keras. Judoka yang melakukan
pelanggaran ini akan dikurangi nilainya sebesar setengah angka. Dua
pelanggaran kecil memungkinkan dikenainya sanksi yang sama. Contoh
pelanggaran-pelanggaran berat:
- Mengunci lengan lawan (kansetsu waza) di manapun selain di sikut
- Menarik lawan yang tergeletak menengadah ke atas di lantai dan kemudian membantingnya kembali
- Seorang judoka melakukan tindakan berbahaya apapun yang bertentangan dengan jiwa judo.
Pelanggaran serius (hansoku make) adalah pelanggaran
yang dapat membuat seorang judoka didiskualifikasi karena melakukan
pelanggaran yang sangat berat sehingga membahayakan baik lawannya maupun
orang lain. Empat kali peringatan (
shido) juga dapat dikenai sanksi ini.
Posisi tubuh dalam judo
Posisi tubuh yang benar merupakan bagian yang penting di dalam judo.
Posisi duduk
Duduk bersila (seiza) Dari posisi berdiri, kaki kiri
ditarik ke belakang, lalu lutut kiri diletakkan ke lantai di tempat di
mana jari kaki kiri tadinya berada. Lakukan hal yang sama dengan kaki
kanan, dan kedua kaki pada saat ini harus bersangga pada jari kaki dan
lutut. Kemudian luruskan jari kaki sejajar dengan lantai dan pantat
diletakkan di atas pangkal kaki. Letakkan kedua tangan di atas paha
masing-masing sisi. Untuk berdiri, lakukan prosedur yang sama dengan
cara terbalik.
Memberi hormat (zarei) Dengan bersila, bungkukkan badan
ke depan sampai kedua telapak tangan menyentuh lantai dengan jari
tangan menghadap ke depan. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat,
kemudian kembali ke posisi bersila.
Posisi berdiri
Memberi hormat (ritsurei) Berdiri dengan kedua pangkal
kaki didekatkan, bungkukkan badan ke depan sekitar 30 derajat dengan
telapak tangan di depan paha. Diam dalam posisi ini selama beberapa
saat, kemudian kembali ke posisi berdiri.
Posisi alami (shizen tai) Kaki dibuka sekitar 30 cm
dalam posisi natural dengan berat badan yang dibagi sama rata di kedua
kaki. Istirahatkan otot bahu dan tangan. Ini adalah postur dasar dan
alami judo.
Posisi bertahan (jigo tai) Dari posisi alami, kaki dibuka lebih lebar, lutut ditekuk agar pusat gravitasi tubuh lebih turun.
Melangkah (suri ashi) Cara berjalan di dalam judo
dengan cara telapak kaki menyusuri lantai untuk menjaga kestabilan.
Pastikan langkahnya sama rata dan pusat gravitasi tetap di posisi yang
sama agar dapat bergerak lincah ke segala arah.
- Kanan-kiri (ayumi ashi): Seperti berjalan biasa, telapak kaki melewati satu sama lain ketika berjalan
- Kanan-kanan (tsugi ashi): Setelah kaki pertama maju, kaki kedua yang maju tidak melebihi posisi kaki pertama
Posisi jatuh dan berguling
Menguasai posisi ini memungkinkan untuk melindungi diri sendiri
ketika dijatuhkan atau dibanting lawan dan mengurangi ketakutan ketika
dilempar oleh lawan.
Jatuh ke belakang (ushiro ukemi) Kaki disatukan dan
tangan juga disatukan, jatuhkan punggung ke matras dengan tangan lurus
di samping tubuh dan telapak tangan menyentuh lantai untuk menahan
jatuh. Lindungi bagian belakang kepala dengan menyentuhkan dagu ke
tubuh.
Jatuh ke samping (yoko ukemi) Dari posisi berdiri,
jatuhkan diri ke belakang, angkat kedua kaki satu persatu, kemudian
angkat kedua tangan di depan tubuh. Berguling ke kanan (atau kiri)
matras dengan kepala tetap dilindungi agar tidak menyentuh lantai.
Kemudian tahan tubuh dengan tangan dan telapak tangan kanan (atau kiri).
Jatuh ke depan (mae ukemi) Jatuhkan diri ke depan
dengan kedua telapak tangan di depan muka, sikut ditekuk. Jatuh
tertelungkup dengan ditahan oleh kedua tangan, badan diluruskan, otot
perut dikencangkan, dan tahan tubuh dengan ditahan oleh kedua tangan dan
jari kaki (lutut diangkat).
Berguling ke depan (mae mawari ukemi) Berguna pada saat
dilemparkan oleh lawan. Dari posisi berdiri, kaki kanan dimajukan
telapak tangan kiri disentuhkan ke lantai. Bahu kanan kemudian
dilemparkan ke depan dengan telapak tangan menghadap ke belakang, ini
dilakukan bersamaan dengan kedua kaki menjejak lantai dan berguling ke
depan. Kedua kaki dan tangan hendaknya menyentuh lantai secara
bersamaan.
Teknik Judo
Teknik bantingan judo (
nage waza) dapat dibagi menjadi teknik berdiri (
tachi waza) dan teknik menjatuhkan diri (
sutemi waza). Teknik berdiri dibagi lagi menjadi teknik tangan (
te waza), teknik pangkal paha (
koshi waza), dan teknik kaki (
ashi waza). Teknik menjatuhkan diri dibagi lagi menjadi teknik menjatuhkan diri ke belakang (
ma sutemi waza) dan teknik menjatuhkan diri ke samping (
yoko sutemi waza)
Teknik kuncian judo (
katame waza) dapat dibagi menjadi teknik menahan (
osae waza atau
osaekomi waza), teknik jepit (
shime waza), dan teknik sambungan (
kansetsu waza)
Teknik menyerang (
atemi waza) dengan tendangan atau pukulan
bahkan dengan senjata pisau atau pedang kadang digunakan untuk latihan
bagi judoka tingkatan tinggi, walaupun dalam pertandingan resmi hal
tersebut dilarang (demikian pula pada saat latihan bebas (
randori)
Teknik bantingan (teknik berdiri)
- Sapuan lutut - hiza guruma
- Jegal dari belakang - o soto gari
- Jegal dari depan - 'ko uchi gari
- Sapuan samping - deashi barai
- Bantingan paha - uchi mata
- Bantingan pangkal paha memutar - o goshi
- Bantingan pangkal paha angkat - surikomi goshi
- Bantingan pangkal paha sapuan - harai goshi
- Lemparan bahu - seoi nage
- Menjatuhkan tubuh - tai otoshi
- Lemparan guling belakang - tomoe nage
Teknik kuncian (teknik berbaring)
Teknik kuncian (
katame waza) disebut juga teknik berbaring (
ne waza) karena teknik ini dilakukan ketika seorang judoka atau lawannya berbaring menghadap ke atas atau ke bawah.
- Kuncian pinggang - kesa gatame
- Kuncian bahu - kata gatame
- Kuncian empat sisi - yoko shiho gatame
- Kuncian empat sisi atas - kami shiho gatame
- Kuncian belakang - kataha jime
- Kuncian kalung - okuri eri jime
- Kuncian tangan - ude garami
- Kuncian tangan silang - ude hishigi juji gatame
Pertolongan pertama judo
Seringkali di dalam pertandingan judo, seorang judoka mengalami
asphyxia, di mana judoka mengalami kesulitan bernapas karena kekurangan
oksigen.
Untuk itu, judo telah mengembangkan suatu pertolongan pertama untuk
mengembalikan kesadaran mereka yang terkena asphyxia atau aspiksia. Hal
ini dapat terjadi jika kuncian yang dilakukan terlalu kuat sehingga
lawan berhenti bernapas sesaat. Orang tersebut segera memerlukan
pertolongan darurat di tempat.
Judo di Indonesia
Judoka Indonesia bernaung di bawah
PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) yang bernaung di bawah
KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Tokoh-tokoh Judo Indonesia antara lain
Ferry Sonneville,
pebulutangkis yang aktif membidani lahirnya PJSI;
Perry G. Pantouw, juara SEA Games 1983;
Kresna Bayu,
Maya Fransisca,
Ira Purnamasari,
Aprilia Marzuki,
Peter Taslim, atlet judoka Indonesia.
Pada tahun 1970-an dan 1980-an dikenal nama-nama atlet seperti
Bambang Prakasa, Ceto Cosadek, Raymond Rochili dsb. Dibawah kepemimpinan
Ir. Soehoed saat itu, Judo merintis didirikannya training center untuk
pelatnas di Ciloto, Puncak, Jawa Barat. Saat itu di Jakarta sangat
berkembang berbagai perguruan Judo, seperti misalnya Judo Waza di
Jakarta Selatan (dipimpin oleh alm. Robert Judono/ Robert Jung),
Perguruan Judo Tiang Bendera di Jakarta Utara, dan sebagainya.
Saat ini perkembangan Judo di daerah juga mulai pesat. Semisal
perdepokan Judo Mataram Bantul (Wiramataram) dibawah bimbingan Guru Om
Tjong (Budy Tanudjaya) dan dipimpin oleh Dain Santoso meraih 8 emas di
kejuaraan Judo daerah DIY.