SEJARAH BELADIRI KUNG FU

Kung Fu adalah suatu seni beladiri dengan teknik pertahanan diri dan penyerangan atas lawan yang unit dari negeri Tiongkok. Asal mula dan sejarah kung fu pada umumnya dapat ditelusuri yaitu beribu-ribu tahun yang lalu di negeri Tiongkok dipraktekkan secara rahasia yang selanjutnya meluas dan merata ke daerah-daerah Timur dalam bentuk dan jenis yang bermacam-macam gerak tekniknya. Catatan-catatan tertulis tentang perkembangannya boleh dikata sudah tidak ada. Namun demikian, teori-teori umumnya menyatakan bahwa para Pendeta Budha yang pertama-tama menggunakan teknik mematahkan serangan lawan tanpa senjata (alat), dengan maksud untuk membela diri terhadap serangan dan gangguan para penjahat apabila para Pendeta tersebut sedang menjalankan misi agamanya. Lagi pula tidak diketahui dengan pasti teknik mana yang pertama kali digunakan akan tetapi yang jelas kebiasaan yang berlaku adalah spesialisasi bagi suatu teknik tertentu.
Disuatu daerah misalnya mempunyai kecakapan khusus membanting, di daerah yang lain mempunyai spesialisasi teknik menendang, sedangkan di daerah yang lainnya memakai teknik khusus memukul dengan tangan. Hal-hal tersebut mengakibatkan terdapatnya bagian-bagian yang disebut aliran-aliran kung fu.
Ada suatu cerita tradisional (legenda) tentang Pendeta Budha yang bernama Dharma yang menurut cerita tersebut Pendeta Dharma berasal dari suku Brahmana di sebelah selatan India. Pada suatu ketika, Pendeta Dharma pergi ke daratan Tiongkok kira-kira tahun 500 AD dan akhirnya tiba di daerah Liang. Di Ibukota Ching-Kang, ia memberikan pelajaran dan latihan-latihan pembelaan diri disamping pelajaran agama. Penguasa kerajaan setempat berminat untuk belajar terutama pelajaran agama dan ingin menyebarkan ajaran-ajaran Budha keseluruh daerah taklukan.
Pendeta Dharma selanjutnya meninggalkan daerah Liang dan menyeberangi sungai Yangtze menuju bagian utara Tiongkok dan tiba di negeri Wei dan menyendiri serta membangun sebuah Kuil yang kemudian disebut Kuil Siaw Liem (Siaw Liem Sie) di Shung-shan, propinsi Howan. Ia berdiam diri menyendiri (bertapa) selama waktu sembilan tahun sambil melakukan zen (meditasi) dengan cara duduk di atas sebuah batu karang yang besar. Pada saat itulah Pendeta Dharma menemukan rahasia-rahasia jasmani. Ia mengutarakan kepada murid-muridnya antara lain “semangat dan jasmani harus bersatu”, dan hal ini menjadi dasar dari kung fu.
Demikianlah kung fu mulai dipraktekkan oleh biarawan dan Imam-imam Tao Kinisha-Siaw Liem di propinsi Howan yang merupakan jantung daratan Tiongkok. Dalam biara Siaw Liem, murid-murid digembleng dengan cara melatih kung fu dan mempelajari seninya tentang hubungan aspek-aspek mental dan fisik. Kung fu bagi mereka bukan hanya merupakan suatu pengetahuan teknik membela diri tetapi juga merupakan suatu filsafat hidup. Kung fu mengandung ide-ide bagaimana memberi perlawanan yang mencelakakan lawan, melekuk-lekuk secara mudah dan ringan, meloncat dengan segala cara serta mengambil manfaat/keuntungan dari kekeliruan pelajaran dalam bentuk kehidupan.
Berkat ketekunan para murid Siaw Liem, kemampuan dan kemantapan serta keahlian mendidik para Imam Tao maka dalam Kuil Siaw Liem telah terbentuk Pendekar-pendekar yang kuat dan berdisiplin dalam keahlian membela diri dengan cara kung fu.
Namun dalam tahun 575 AD tentara kekaisaran menyerbu dan menghancurkan Kuil Siaw Liem serta membunuh sebagian biarawan dan Imam dengan tuduhan terdapat indikasi memberontak dan melawan kaisar.

ALIRAN-ALIRAN KUNG FU:

Sejak hancurnya Kuil Siaw Liem maka aliran-aliran kung fu berkembang menjadi 2 (dua) aliran, yaitu yang disebut:
-    A l i r a n  K e r a s
-    A l i r a n  L e m b u t
Aliran Keras:
Aliran ini banyak berkembang di dan ke daerah Tiongkok bagian utara dan Mongolia, dengan cirri-ciri gerakan antara lain: serangan yang selalu ofensif dan agresif, sedangkan andalan atau keampuhannya ialah gerak kaki (tendangan), loncatan yang panjang dan cepat. Sifat dari aliran ini berpusat pada kecepatan dan koordinasi gerakan dan kekuatan fisik. Aliran ini lebih banyak menggunakan dan mengandalkan tenaga luar atau kekuatan jasmani.
Aliran Lembut:
Aliran ini banyak berkembang di daerah Tiongkok bagian Selatan dengan ciri-ciri gerakan antara lain pukulan selalu ringan dan lambat. Sasaran pukulan yang tiba-tiba diarahkan selalu ke mata, kemaluan, ulu hati, dan bagian leher. Sedangkan yang menjadi andalan atau keampuhan gerakan adalah pukulan, menggaruk atau mencakar serta cekikan. Sifat dari aliran ini berpusat pada kelembutan, kesatuan antara “jiwa dan badan” dan kekuatan harus diserasikan dengan gerak napas. Aliran ini lebih banyak mengandalkan pada kekuatan “dalam” atau “batin”.
Dari kedua aliran ini, sesuai dengan perkembangannya telah banyak mengkombinasikan aliran-aliran ini yang akhirnya disebut “Aliran Nan Pe” atau disebut juga “ Aliran Utara Selatan”.
Biara shaolin yang terkenal, didirikan oleh pendeta buddhis india, batou, pada tahun 495 M, di bawah perlindungan kaisar Xiao Wen DI dari dinasti Wei utara. Pada tahun 527 M, budhidarma, seorang pangeran india yang meninggalkan kehidupan mewahnya untuk menjadi pendeta buddha, tida disana untuk mengajarkan buddhisme. Ketika ia menemukan para pendeta terlalu lemah untuk mempraktikkan meditasi, jalan utama untuk pencerahan, ia mengajarkan mereka serangkaian latihan luar yang dikenal sebagai Delapa Belas Tangan Lohan, dan satu sisatem latihan dalam yang dikenal sebagai kitab Metamorfosa otot.
Shaolin bukanlah biara biasa adalah biasa bagi kaisar cina sepanjang sejarah untuk berdoa kepada surga setahun sekali untuk kedamaian dan kemakmuran rakyat, dan mereka melaqkukan upacara di salah satu gunung suci cina. Gunung song tempat biara shaolin terletak adalah gunung suci pusat. Oleh karena itu, shaolin sering dikunjungi oleh kaisar-kaisar dan jenderal-jemnderal besar. Beberapa jenderal pensiun ke biara untuk mencari pencerahan spiritual. Merekla adalah ahli beladiri dan ketika mereka melihat para bhiksu berlatih Delapa Tangan Lohan, mereka mengembangkan gerakan fisik menjadi kung fu, yang kemudia dikenal sebagai kung fu Lhan Shaolin. Mereka juga mengembangkan Metamoforsa Otot menjadi chi kung shaolin dan sampai saat ini terkenal dengan Shaolin Kungfu
Ada beberapa jenis shaolin kungfu, masing-masing dengan ciri khusus yang sesuai bagi orang yang berbeda dan kebutuhan berbeda. Namun, bentuk dasarnya adalah kungfu lohan, yang merupakan gaya bagus untuk pengikut yang kuat dan besar karena ini menggunakan keuntungan ukuran dan kekuatan. Chi kung shaolin juga dikembangkan menjadi berbagai jenis, tetapik metamorfosa otot tetap merupakan pendekatan dasar untuk latahian tenaga dalam shaolin kungfu.
Kondisi di biara shaolin sangat ideal untuk latihan shaolin kungfu. Lingkungannya ada di daerah paling indah di china dan para bhiksunya tidak terganggu masalah duniawi. Kungfu tidak hanya dipraktekkan sebagai sistem pertarungan, tetapi dipelajari dan diteliti sebagai seni oleh murid yang cerdas dan disilpin yang memiliki banyak waktu dan juga oleh beberapa master terbaik dalam kerajan yang mengajarinya. Pencapaiannya kumulatif, dengan setiap generasi master menambahkan teknik dan keterampilan baru pada suatu kumpulan gerakan yang terus berkembang. Tidak heran bahwa biara itu menjadi pusat utama untuk latihan shaolin kungfu.
Kungfu shaolin pada mulanyua hanya diajarkan kepada para bhiksu tetapi kemudian murid awam juga diterima. Setelah lulus murid awam ini dan juga beberapa bhiksu menyebarkan ke berbagai bagian negara untuk mengajarkan seni ini. Kemudian pepatah ‘kung fu shaolin adalah terbaik di dunia’ diterima luas.

ASAL MULA BELADIRI PENCAK SILAT

Menelusuri asal-usul beladiri asli Indonesia ini memang cukup sulit. Sulit, karena tulisan serius mengenai sejarah silat sama mengenaskannya seperti nasib pencak silat itu sendiri: sangat jarang alias langka. Hanya ada dua buah buku saja yang bisa dijadikan buku pegangan untuk para pesilat maupun masyarakat luas, yaitu: “Pencak Silat Merentang Waktu,” (1999) karya O’ong Maryono, seorang pesilat juara dunia dan “The Weapons and Fighting Arts of Indonesia” (1977) karya Donn  F Draeger, seorang penulis sekaligus pemerhati bela diri dari barat.






Sejarah pencak silat tidak mudah untuk ditelusuri, karena seni beladiri di Indonesia ini dianggap kedua penulis buku diatas, sama tuanya dengan sejarah manusianya. Tinjauan lebih mendalam dari segi prasejarah hingga masa awal-awal sejarah dilakukan oleh Donn F Draeger dengan menelusuri berbagai data dan artefak yang ditemukan dari berbagai situs prasejarah di Indonesia. Draeger sangat serius melihat dan menganalisa bentuk-bentuk artefak terutama senjata dari masa prasejarah dan awal sejarah Indonesia. Sementara sebagai seorang pesilat, O’ong Maryono lebih berusaha menelusuri sejarah silat dari para pelaku sepuh pencak silat yang masih hidup. Tuturan lisan diandalkan O’ong Maryono sebagai data lebih sahih tinjauan sejarah buku yang disusunnya.
O’ong Maryono, nama aslinya adalah Sumaryono. Lahir di Bondowoso, Jatim pada  28 Juli 1953, sejak usia dini menekuni ilmu beladiri pencak tradisional dari berbagai aliran. Tahun 1979-1987 Ia mempertahankan peringkatnya sebagai juara nasional dan internasional pencak silat. Ia juga juara dunia kelas bebas putra pada invitasi Internasional ke-1 (1982). Selain silat O’ong juga mempertahankan predikatnya sebagai juara pertama tae kwon do di kelas heavy weight nasional sejak 1982-1985. Kini ia mengajar di Bangkok, Thailand.
Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya bukan hanya dari sekedar olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.
Donald Frederick Draeger ( 15 April 1922 –  20 Oktober 1982), pakar seni beladiri Asia dan seorang marinir Amerika. Ia dikenal sebagai pakar beladiri karena melakukan riset mendalam serta mempelajari langsung banyak cabang beladiri jepang, korea dan Cina. Ia juga sempat menjadi koreografer perkelahian dalam berbagai film laga aksi termasuk salah satunya adalah seri James Bond, “You Only Live Twice” (1967) yang dibintangi oleh Sean Connery.
Menurut Draeger, pada masa Palaeolitik (sekitar 15.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di Jawa yang dikenal dengan nama pithecantropus erectus sudah mengenal tehnik perkelahian atau beladiri sederhana, yakni dengan jurus tangan kosong atau dengan kembangan memakai senjata tongkat atau batu. Drager mengemukakan teori ini dengan mengajukan temuan Tengkorak Ngandong dan Wadjak yang ditemukan bersama peralatan batu sederhana seperti kapak batu. Batu yang ditajamkan salah satu sisinya dengan cara dipecahkan satu sama lain. Kapak batu genggam ini disebutnya sebagai senjata sederhana dalam perkelahian maupun sebagai peralatan untuk keperluan lainnya, seperti berburu ataupun mengolah makanan atau baju.
Pada masa selanjut (Mesolitik dan Neolitik, 15.000 – 3.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di lansekap nusantara mulai mengalami kemajuan dengan memperhalus peralatan dan senjatanya. Draeger menduga, seni beladiripun sudah mengalami kemajuan dari segi jurus akibat diperhalusnya senjata kapak batu itu.
Masa awal perunggu ditandai dengan masuknya budaya perunggu Dongson dari Indocina. Bersama budaya ini, perubahan jenis senjatapun mulai mengalami kemajuan pesat. Kepulauan Riau-Lingga-Anambas menjadi kunci bagi penyebaran para imigran budaya Dongson ini. Melalui selat-selat di kepulauan Riau inilah mereka menyeberangi daratan Asia menuju daratan Sumatera. Tak sedikit dari mereka juga menetap di kepulauan ini dan hidup diatas laut. Mereka ini dikenal dengan nama Suku Laut atau Orang Laut. Daya jelajah orang laut ini tak terbatas, begitu juga perkenalan mereka dengan berbagai suku bangsa Nusantara. Orang gaul begitulah julukannya mereka ini, karena daya jelajah mereka hingga ke bagian Timur Indonesia, sampai di Maluku. Asal usul masyarakat suku laut ini diduga bisa ditemui di daerah pelabuhan di Timur Laut daratan Cina. Catatan Cinadari dinasti Ching (221-206 Masehi) menjelaskan adanya tokoh bernama Tan Chia (Tan-Kia, Tanka, Tonka, Dung China) yang bukan berasal dari Cina. Tokoh ini disebutkan berhasil mencapai kedudukan jendral di militer kerajaan Ching dan memiliki basis di pulau Hainan. Ia berhasil bertahan dari upaya penaklukan Canton, namun setelah ia mangkat, pengikutnya terpaksa mengungsi menggunakan perahu dan menjadi kelas terbawah. Mereka dijatuhi hukuman tidak boleh menginjakkan kakinya di pantai. Dinasti Tang meneruskan hukuman ini sehingga menjadikan mereka warga pengembara di lautan atau kini dikenal dengan nama suku laut.
Carl W. Bishop dalam catatannya menuliskan karakteristik masyarakat suku laut ini sudah mengenal pola tanam padi (1000 tahun sebelum masehi), budaya memakai perahu panjang, kayau (memenggal kepala orang), kapal perang, tato di tubuh, tanaman racun dan senjata tajam (bentuk bilah atau pisau/golok). Gambaran suku laut seperti inilah yang dianggap sama dengan suku laut yang berimigrasi ke kepulauan nusantara pada awal abad masehi.
Beberapa kelompok migrasi terjadi sesudah penyebaran budaya penggunaan perunggu diperkenalkan ke Tongking dan Utara Vietnam oleh pendatang dari Yueh (Cina Utara). Budaya ini melahirkan kebiasaan membuat drum perunggu (nekara) yang dikenal sebagai ciri khas budaya Dongson. Beberapa pisau perunggu hasil budaya Dongson juga ditemukan tersebar di wilayah Indonesia.
Suku Laut ini dikenal sangat tangguh dimanapun. Mereka juga dikenal sebagai perompak dilaut –walaupun ini juga masih kontroversi, karena pada masa kemudian, kerajaan melayu malah meminta suku laut sebagai penjaga lautan Riau dari perompak. Dari mereka inilah silat lalu diperkenalkan pada masa-masa kemudian dan berkembang sebagai seni beladiri dari masing-masing etnik di nusantara.
Di masa klasik Indonesia, menurut Draeger, bukti adanya seni bela diri bisa dilihat bukan saja dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) melainkan juga pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda untuk silat di candi Prambanan dan Borobudur.
Dalam buku Pencak Silat Merentang Waktu, setelah persebaran silat dari kepulauan Riau pada sekitar abad ke-7 masehi,silat lalu berkembang sesuai kebutuhan, ekspresi masyarakat pendukungnya. Bukti soal teori Draeger ini dirasakan kurang kuat karena tidak memiliki bukti sejarah. Indikasi mengenai silat melayu di Sumatera baru terdapat dalam sastra dari abad ke-11 masehi. Dalam Tambo Alam Minangkabau, sebuah buku adat berisi kiasan, pepatah atau adat, diceritakan silat Minangkabau telah dimiliki dan dikembangkan oleh salah seorang penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja (1101 – 1149), seorang raja di kerajaan Parahiyangan yang konon terletak di kaki gunung Merapi. Penasihat ini bernama Datuk Suri Diraja atau Ninik Datuk Suri Diraja (1097 -1198). Beliau dikenal sebagai orang cendekiawan yang menciptakan berbagai macam kesenian, musik, tari dan juga silat. Ia lalu mengajarkan silat ini kepada 4 anggota pengawal sultan Sri Maharaja Diraja yang berasal dari Kuching Siam (Thailand), Campa. Khmer dan Gujarat. Keempatnya sendiri sudah memiliki ilmu silat masing-masing dan kemudian terjadilah akulturasi silat yang melahirkan masing-masing aliran silat.
Namun teori dari Tambo Alam Minangkabau sendiri juga cukup sulit dibuktikan jika dibandingkan dengan kondisi faktual sejarah nusantara. Silat sendiri secara logika dipakai untuk memenangi perkelahian jarak dekat (full contact body) antara orang perorang atau kelompok orang dengan kelompok lainnya. Pada masa sebelum dikenalnya senjata api sederhana ( senjata api mulai dikenal sejak dipakainya bubuk mesiu oleh bangsa Cina dalam peperangan pada abad ke-9 masehi), pasukan militer kerajaan ditentukan oleh kemampuan setiap anggota pasukannya dalam bertempur jarak dekat dan jarak menengah (panah). Aksi militer di Indonesia sendiri bisa dilihat dari prasasti Pasir Jambu dari masa Tarumanagara di abad ke-4 Masehi yang terletak di Bogor Jawa Barat. Prasasti ini terletak di puncak bukit Koleangkak, desa Pasir Gintung, kecamatan Leuwiliang, Bogor. Prasasti ini berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam – padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam – bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
Tradisi perang dalam wilayah Jawa Barat ini memang mengakar dalam, karena wilayah Jawa Barat yang dikenal sebagai tanah Sunda adalah satu-satunya wilayah yang tidak pernah dijajah saat masa sejarah klasik (pengaruh Hindu-Budha), dimana kerajaan Sriwijaya dan Majapahit ganti berganti menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara kecuali bumi Sunda. Tradisi berperang ini melahirkan berbagai konsep strategi dan juga metode memenangkan pertempuran yang bisa dilihat berabad-abad sesudah masa Tarumanagara berdiri. Naskah dari masa kerajaan Sunda di abad ke-16, Sanghyang Siksakandang Karesian menyebutkan taktik berperang bagi pasukan Sunda.
Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, “Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka, babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang.” (Danasasmita, dkk., 1987).
Taktik seperti adipati, adalah menyiapkan pasukan khusus yang mempunyai kemampuan tempur mumpuni dalam hal ini adalah seni beladiri. Taktik prebusakti adalah taktik membekali setiap prajurit dengan kemampuan tenaga dalam sehingga senjata lebih berisi dan punya kekuatan mengalahkan musuh secara luar biasa. Atau taktik Ngalinggamanik, atau tehnik menguasai senjata pusaka atau senjata rahasia kerajaan.
Tulisan ini bukan ingin menunjukkan bahwasanya silat sunda atau silat Minang atau lainnya lebih unggul. Namun, redaksi warna ingin memberikan sedikit gambaran bahwasanya ada kemungkinan lain: bahwasanya silat berkembang di masing-masing daerah jauh sebelum budaya Dongson masuk ke nusantara.

ASAL USUL BELADIRI MUAY THAI BOXING


Asal usul bela diri Muay Thai Boxing terjalin dengan kuat oleh sejarah Thailand itu sendiri karena Muay Thai Boxing mulai muncul sejak invasi oleh negara-negara tetangga ketika Thailand masih dalam masa pembentukan pemerintahan/negara.Ketika itu masyarakat Thailand berusaha memiliki kemampuan pribadi untuk membela diri sendiri jika bertemu musuh. Pada masa-masa awal perkembangannya, seni bela diri ini menggunakan senjata-senjata pendek seperti tombak pendek dan belati pendek.


Selanjutnya, perkembangan metode duel ini mulai meluas. Senjata tangan kosong yang melibatkan kepala, tinjuan kepalan tangan dan kaki mulai digunakan. Tidak diragukan lagi, akhirnya sistem inilah yang kemudian digunakan sebagai senjata (menggunakan tubuh bukan senjata berupa alat), dan merupakan ilmu bela diri yang praktis di medan pertempuran yang akhirnya diberi nama Muay Thai Boxing.Sejarah awal keberadaan seni bela diri ini tidak banyak meninggalkan bukti tertulis, lebih kepada cerita turun temurun dari generasi ke generasi sehingga sulit melacak kebenarannya. Setidaknya yang pasti, para pemimpin militer Thailand memiliki kemampuan beladiri Muay Thai Boxing sebagai keahlian pribadi.
Rakyat Thailand di berbagai wilayah dan berbeda provinsi tidak akan lupa untuk menyalakan televisi dan berkumpul bersama untuk menyaksikan kejuaraan Muay Thai Boxing di mana seluruh petarung profesional memiliki nama ring yang resmi, di mana nama ring itu muncul pertama sebagai nama resmi mereka. Setelah itu, nama kedua menunjukkan nama basis pelatihan mereka.Saat ini di Thailand baik tua, muda, anak-anak banyak yang mengikuti pelatihan Muay Thai Boxing secara teratur guna menjaga stamina, mendapatkan kemampuan bela diri atau bahkan untuk menggondol gelar juara seperti yang diperebutkan pada Kejuaraan Dunia Muay Thai Boxing yang melibatkan berbagai negara di dunia. Ternyata keahlian dan juga seni bela diri masyarakat Thailand kuno dapat terus dipertahankan, bahkan menjadi kejuaraan dunia yang diakui.

SEJARAH BELADIRI TAEKWONDO



Taekwondo merupakan seni bela diri Korea tertua yang berasal dari sebuah penggabungan dari gaya pertempuran bersenjata yang dikembangkan oleh tiga kerajaan Korea saingan dari Goguryeo, Silla dan Baekje, di mana pemuda dilatih dalam teknik tempur bersenjata untuk mengembangkan kekuatan, kecepatan, dan keterampilan bertahan hidup. Yang paling populer dari teknik ini adalah subak, dengan taekkyeon yang paling populer dari segmen subak. Mereka yang menunjukkan bakat sejak lahir yang kuat dipilih sebagai trainee dalam korps prajurit baru khusus, yang disebut Hwarang. Ia percaya bahwa pria muda dengan bakat untuk seni liberal mungkin memiliki bakat untuk menjadi prajurit yang kompeten. Prajurit ini diperintahkan dalam akademisi serta seni bela diri, belajar filsafat, sejarah, kode etik, dan olahraga berkuda. Pelatihan militer mereka termasuk program perang yang melibatkan pedang dan memanah, baik di atas kuda dan berjalan kaki, serta pelajaran di taktik militer dan menggunakan subak memerangi prajurit bersenjata. Meskipun subak adalah seni berorientasi dengan menggunakan kaki di Goguryeo, pengaruh Silla menambahkan teknik tangan untuk praktek subak.

Selama waktu ini beberapa yang dipilih Silla prajurit diberi pelatihan taekkyeon oleh master awal dari Koguryo. Prajurit ini kemudian menjadi dikenal sebagai Hwarang. Hwarang mendirikan akademi militer untuk anak-anak di Silla disebut Hwarang-do, yang berarti "jalan kedewasaan." Hwarang mempelajari taekkyeon, sejarah, filsafat Konfusianisme, etika, moralitas Buddhis, keterampilan sosial dan taktik militer. Prinsip-prinsip dari prajurit Hwarang didasarkan pada lima Won Gwang yaitu kode perilaku manusia dan termasuk kesetiaan, tugas berbakti, kepercayaan, keberanian dan keadilan. Taekkyeon tersebar di seluruh Korea karena perjalanan Hwarang seluruh semenanjung untuk belajar tentang daerah lain dan orang-orang.

Terlepas dari sejarah Korea yang kaya seni bela diri kuno dan tradisional, seni bela diri Korea memudar ke dalam ketidakjelasan selama Dinasti Joseon. Masyarakat Korea menjadi sangat terpusat di bawah Konfusianisme Korea dan seni bela diri yang buruk dianggap dalam masyarakat yang dicita-citakan dan itu dicontohkan oleh sarjana-raja nya. praktek formal seni bela diri tradisional seperti subak dan taekkyeon yang disediakan untuk sanksi militer. Pelatihan rakyat sipil taekkyeon bertahan sampai abad ke-19.

Selama pendudukan Jepang Korea (1910-1945), semua aspek identitas etnis Korea dilarang atau ditekan. Tradisional seni bela diri Korea seperti subak taekkyeon atau dilarang selama waktu ini. Selama pendudukan , Korea yang mampu belajar dan menerima peringkat di Jepang terkena seni bela diri Jepang. Yang lainnya terkena seni bela diri di Cina dan Manchuria.

Ketika pendudukan berakhir pada 1945, Korea seni bela diri sekolah (kwans) mulai terbuka di Korea di bawah berbagai pengaruh. Ada pandangan yang berbeda mengenai asal usul seni diajarkan di sekolah-sekolah. Beberapa percaya bahwa mereka mengajarkan seni bela diri yang didasarkan terutama pada seni tradisional Korea Taekkyon bela diri dan subak, atau Taekwondo yang berasal dari Korea asli, seni bela diri dengan pengaruh dari negara-negara tetangga. Diyakini bahwa sekolah-sekolah mengajarkan seni yang hampir seluruhnya didasarkan pada karate.


Pada tahun 1952, pada puncak Perang Korea, ada sebuah pameran seni bela diri di mana kwans ditampilkan keterampilan mereka. Dalam satu demonstrasi, Tae Nam Hai menghancurkan 13 genteng dengan pukulan. Setelah demonstrasi ini, Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menginstruksikan Choi Hong Hi untuk memperkenalkan seni bela diri kepada tentara Korea. Pada pertengahan 1950-an, sembilan kwans telah muncul. Syngman Rhee memerintahkan berbagai sekolah tunduk di bawah satu sistem. Nama "taekwondo" disampaikan dengan baik Choi Hong Hi (dari Oh Do Kwan) atau Song Duk Son (dari Chung Do Kwan), dan diterima pada tanggal 11 April 1955. Seperti berdiri hari ini, sembilan kwans adalah pendiri taekwondo, meskipun tidak semua kwans menggunakan nama. Asosiasi Taekwondo Korea (KTA) dibentuk pada 1959/1961 untuk memfasilitasi unifikasi.

Pada awal 1960-an, Taekwondo membuat debut di seluruh dunia dengan tugas dari master asli Taekwondo ke berbagai negara. Standardisasi usaha di Korea Selatan terhenti, sebagai kwans terus mengajar taekwondo dengan gaya yang berbeda. Permintaan lain dari pemerintah Korea untuk penyatuan menghasilkan pembentukan Korea Tae Soo Do Association, yang berubah nama kembali ke Korea Taekwondo Association pada tahun 1965 menyusul perubahan kepemimpinan. Internasional Taekwon-Do Federation didirikan pada tahun 1966, diikuti oleh Federasi Taekwondo Dunia pada tahun 1973.

Sejak tahun 2000, Taekwondo telah menjadi salah satu dari hanya dua seni bela diri Asia (yang lainnya adalah judo) yang disertakan dalam Olimpiade, dan menjadi event taeknowndo pada tahun 1988 dimulai dengan permainan di Seoul, dan menjadi acara resmi dimulai dengan medali tahun 2000 game di Sydney. Pada tahun 2010, Taekwondo diterima sebagai olahraga Commonwealth Games.

Salah satu sumber memperkirakan bahwa pada 2009, Taekwondo dipraktekkan di 123 negara, dengan lebih dari 30 juta praktisi dan 3 juta orang dengan sabuk hitam di seluruh dunia. Pemerintah Korea Selatan pada tahun yang sama menerbitkan sebuah perkiraan 70 juta praktisi taekwondi di 190 negara.

SEJARAH BELADIRI JUDO

Sebelum Judo

Pegulat sumo zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal ini menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya hanya dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan pada zaman Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).
Pada perkembangannya, Jepang memasuki masa-masa perang di mana kaum aristokrat digeser kedudukannya oleh kaum militer. Demikian pula olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan, oleh kaum militer dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik jujutsu dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa senjata atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.
Pada zaman Edo (abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang relatif aman, jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh bagi masyarakat kelas ksatria. Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai muncul, antara lain Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan Tenjinshin'yo.

Awal mula Judo

Jigoro Kano menambahkan gayanya sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk Tenjinshiyo dan Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah dojo di Tokyo yang ia sebut Kodokan Judo. Dojo pertama ini didirikan di kuil Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.
Tujuan utama jujutsu adalah penguasaan teknik menyerang dan bertahan. Kano mengadaptasi tujuan ini, tapi lebih mengutamakan sistem pengajaran dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga target spesifik untuk judo: latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan kompetisi di pertandingan-pertandingan.

Perbedaan Judo dan Jujutsu

Terjemahan harafiah dari kata 'judo' adalah 'cara yang halus'. 'Cara' atau 'jalan' yang dimaksud disini memiliki arti konotasi secara etika dan filosofis. Kano mengungkapkan konsep filosofinya dengan dua frasa, "Seiryoku Zen'yo" (penggunaan energi secara efisien) dan "Jita Kyoei" (keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain). Meskipun disebut halus, namun sebenarnya judo merupakan kombinasi dari teknik-teknik keras dan lembut, maka dari itu judo dapat pula diartikan sebagai 'cara yang lentur'.
Jujutsu, pada sisi yang lain, memiliki terjemahan harafiah 'kemampuan yang halus'. Latihan jujutsu dipusatkan pada cara-cara (Kata) tertentu dan formal, sedangkan judo menekankan pada latihan bebas teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori). Hal ini membuat pelatihan judo berjalan lebih dinamis.
Para kontestan jujutsu menggunakan seragam yang relatif berat (hakama). Para praktisi awal judo menggunakan semacam celana pendek, namun tidak lama kemudian mereka lebih memilih menggunakan busana Barat yang dinilai lebih memiliki keunggulan fungsi dan mengijinkan pergerakan yang lebih bebas. Seragam modern judo (judogi) dikembangkan pada tahun 1907.
Teknik-teknik jujutsu, selain teknik dasar seperti melempar dan menahan, menggunakan pukulan, tendangan, bahkan menggunakan senjata pendek. Pada sisi lain, judo menghindari tendangan dan pukulan-pukulan yang berbahaya, dan lebih dipusatkan pada teknik membanting yang terorganisir dan teknik bertahan.

Penggunaan akhiran -do dan -jutsu

Banyak cabang beladiri Jepang yang mempunyai awalan yang sama namun memiliki dua akhiran '-do' dan '-jutsu'. Bujutsu dan budo serta Kenjutsu dan kendo adalah beberapa contohnya. Perbedaan dasar dari kedua akhiran ini adalah '-do' berarti 'jalan' dan '-jutsu' yang artinya 'jurus' atau 'ilmu'. Selain itu dalam bela diri berakhiran '-do' biasanya lebih banyak peraturan yang tidak memungkinkan seseorang untuk terluka akibat serangan yang fatal, namun tidak demikian halnya dengan bela diri yang berakhiran dengan kata '-jutsu', misalnya di dalam kendo, hanya bagian tangan, perut, kaki, dan bagian bawah dagu yang boleh diserang, sedangkan kenjutsu membolehkan serangan ke semua bagian tubuh.
Secara umum, budo ('bu-' artinya prajurit) adalah pengembangan dari bujutsu yang telah disesuaikan dengan zaman sekarang (untuk olahraga, bukan berkelahi). Beberapa contoh bujutsu yang dikembangkan menjadi budo:
  • Jujutsu -> Judo
  • Kenjutsu -> Kendo
  • Aiki-Jujutsu -> Aikido
  • Kempo jutsu -> Kempo Do
  • Karate jutsu -> Karate Do
  • Battoujutsu/Iaijutsu -> Battoudo/Iaido

Judo sebagai cabang olahraga

Judoka perempuan

Kaum perempuan pertama kali diterima sebagai judoka pada tahun 1893, walaupun pada saat itu kaum olahragawati dianggap sebelah mata di dalam struktur masyarakat Jepang. Meskipun demikian, kemajuan yang dramatis ini hanya berlangsung sebentar, karena pada hakekatnya mereka masih dijauhkan dari pertandingan-pertandingan resmi, dengan alasan keselamatan fisik.
Setelah Perang Dunia II, judo bagi laki-laki dan perempuan diperkenalkan keluar Jepang. Persatuan Judo Eropa dibentuk pada tahun 1948, diikuti dengan pembentukan Federasi Internasional Judo pada tahun 1951. Judo menjadi salah satu cabang olahraga resmi Olimpiade pada Olimpiade Tokyo 1964 di Tokyo, Jepang. Judoka perempuan pertama kali berlaga di Olimpiade pada Olimpiade Barcelona 1982 di Barcelona, Spanyol.

Tingkatan Judo dan warna ikat pinggang

Dimulai dari kelas pemula (shoshinsha) seorang judoka mulai menggunakan ikat pinggang dan disebut berada di tingkatan kyu kelima. Dari sana, seorang judoka naik tingkat menjadi kyu keempat, ketiga, kedua, dan akhirnya kyu pertama. Setelah itu sistem penomoran dibalik menjadi dan pertama (shodan), kedua, dan seterusnya hingga dan kesepuluh, yang merupakan tingkatan tertinggi di judo. Meskipun demikian, sang pendiri, Kano Jigoro, mengatakan bahwa tingkatan judo tidak dibatasi hingga dan kesepuluh, dan hingga saat ini karena hanya ada 15 orang yang pernah sampai ke tingkat dan kesepuluh, maka tidak ada yang pernah melampaui tingkat tersebut.
Warna ikat pinggang menunjukkan tingkatan kyu ataupun dan. Pemula, kyu kelima dan keempat menggunakan warna putih; kyu ketiga, kedua, dan pertama menggunakan warna cokelat; warna hitam dipakai oleh judoka yang sudah mencapai tahapan dan, mulai dari shodan, atau dan pertama, hingga dan kelima. Judoka dengan tingkatan dan keenam hingga dan kesembilan menggunakan ikat pinggang kotak-kotak bewarna merah dan putih, walaupun kadang-kadang juga menggunakan warna hitam. Tingkatan teratas, dan kesepuluh, menggunakan ikat-pinggang merah-putih atau merah. Judoka perempuan yang telah mencapai tahap dan keatas memiliki garis putih yang memanjang di bagian tengah ikat pinggang hitam mereka.

Lantai Judo

Pertandingan judo diselenggarakan di atas karpet atau matras (tatami) berbentuk segi empat (belah ketupat) dengan sisi 14,55 meter atau sepanjang 8 tatami yang dijajarkan. Selain dialasi matras, kebanyakan dojo judo sekarang menggunakan pegas di bawah lantai palsu, untuk menahan benturan akibat bantingan.
Di awal pertandingan, kedua judoka berdiri di tengah-tengah tepat di belakang garis sejajar dengan diawasi oleh juri. Sebelum dimulai, kedua judoka tersebut menunduk memberi hormat satu sama lain dari belakang garis. Di sudut atas dan bawah belah ketupat duduk dua orang hakim, dan di belakang masing-masing judoka, di luar arena yang dibatasi matras, duduk judoka-judoka dari regu yang sama, dan duduk pula seorang pencatat waktu dan seorang pencatat nilai.
Pertandingan diselenggarakan di dalam arena di dalam matras yang dibatasi oleh (dan termasuk didalamnya) garis merah (jonai). Luas arena tersebut adalah 9,1 meter persegi dan terdiri dari 50 tatami. Waza atau teknik judo yang dipakai di arena diluar garis merah (jogai) tersebut dianggap tidak sah dan tidak dihitung.

Seragam Judo

Seragam (gi) longgar yang dikenakan seorang judoka (judogi) harus sesuai ukurannya.

Jaket

Bagian bawah jaket menutupi pantat ketika ikat pinggang dikenakan. Antara ujung lengan dengan pergelangan tangan selisih 5-8 cm. Lengan baju panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang lengan. Karena jaket ini dirancang untuk menahan benturan tubuh akibat dibanting ke lantai, maka bahannya umumnya lebih tebal dari seragam karate (karategi) atau bela diri yang lain

Ikat pinggang

Ikat pinggang harus cukup panjang sehingga menyisakan 20-30 cm menjuntai pada masing-masing sisi.

Celana

Celana yang dipakai sedikit longgar. Antara ujung celana dengan pergelangan kaki selisih 5-8 cm. Celana panjangnya sedikit lebihnya dari dua pertiga panjang kaki.

Mengenakan seragam

Celana dikenakan dan tali celana dikencangkan. Jaket kemudian dikenakan dengan sisi kiri di atas sisi kanan. Kenakan ikat pinggang dengan cara meletakkan tengah-tengah sabuk di depan perut, kemudian kedua ujung sabuk diputar melingkar di belakang pinggang kembali ke depan; pegang kedua ujung sabuk, lalu talikan dengan kedua ujung berakhir secara horisontal. Talikan dengan kencang sehingga tidak lepas pada saat pertandingan.

Peraturan pertandingan

Pertandingan judo diadakan antara perorangan dan juga beregu. Beberapa kompetisi membagi pertandingan menjadi 8 kategori, berdasarkan berat tubuh. Kompetisi lain membagi pertandingan berdasarkan tingkatan dan, umur, dan lain-lain. Ada juga yang tidak mengenal pembagian apapun.
Satu pertandingan judo berlangsung selama 3-20 menit. Pemenang ditentukan dengan jalan judoka pertama yang meraih satu angka, baik dengan bantingan maupun kuncian. Jika setelah waktu yang ditentukan tidak ada pemain yang memperoleh satu angka, pemain dengan nilai lebih tinggi menang atau pertandingan berakhir seri.
Judo, sebagaimana olahraga lain dari Jepang, diselenggarakan dengan penuh tata krama. Kedua judoka membungkuk memberi hormat satu sama lain pada awal dan akhir pertandingan.

Awal pertandingan

Judoka menghadap satu sama lain, meluruskan telapak kaki mereka di belakang garis masing-masing di tengah-tengah arena dan berdiri tegak lurus. Lalu mereka saling membungkuk pada saat yang sama. Kemudian mereka maju satu langkah, diawali dengan kaki kiri, dan berdiri dengan posisi kuda-kuda alami (shizen hon tai). Sang juri atau wasit lalu berkata "Mulai" (Hajime) dan pertandingan pun dimulai.

Akhir pertandingan

Kedua judoka kembali dalam posisi kuda-kuda alami dan menghadap satu sama lain satu langkah di depan garis mereka masing-masing. Juri kemudian mengumumkan hasil pertandingan, dan kedua kontestan mundur selangkah ke belakang garis dimulai dengan kaki kanan. Mereka lalu membungkuk lagi dan keluar dari arena.

Sistem penilaian

Satu angka (ippon) dapat diperoleh dengan jalan:
  • Bantingan (nage waza): Jika judoka dapat mengungguli teknik lawan dengan membantingnya dengan tenaga dan kecepatan dengan punggung membentur lantai terlebih dahulu.
  • Kuncian (katame waza): Jika judoka berhasil mengunci lawan sehingga ia mengucapkan kata "Aku menyerah!" (maitta), atau menepuk lantai dua kali dengan tangan atau kaki, pingsan, atau jika kuncian tersebut berlangsung paling sedikit 30 detik (osae waza) dan diumumkan bahwa pertandingan berakhir (osae komi)
Setengah angka (waza ari) dapat diperoleh dengan cara:
  • Bantingan: Jika teknik judoka cukup bagus namun tidak sampai layak untuk menerima angka penuh.
  • Kuncian: Jika judoka berhasil mengunci lawannya selama paling tidak 25 detik.
Dua waza ari berarti satu angka, namun setengah angka saja tidak cukup untuk menentukan seorang pemenang, maka oleh para perancang pertandingan dibuatlah sistem angka tambahan.
Tambahan (yuko dan koka) yang tidak peduli berapapun tidak akan mengungguli satu 'Setengah-angka', namun dapat menjadi penentu jika masing masing judoka memperoleh nilai yang sama (1W1Y0K - 1 Waza dan 1 Yuko menang melawan 1W0Y9K - 1 Waza dan 9 Koka). Angka tambahan ini diperoleh jika teknik yang diperagakan tidak cukup bagus untuk memperoleh nilai setengah (yuko) atau tidak cukup bagus untuk memperoleh yuko (koka). Tidak jarang suatu pertandingan ditentukan dengan banyaknya yuko dan koka yang diperoleh (karena satu angka otomatis menang dan dua setengah-angka juga otomatis menang)
Jika jumlah nilai yang diperoleh kedua judoka sama, maka kadang-kadang suatu pertandingan menggunakan sistem pemungutan suara antara kedua hakim sudut dan juri (dengan total tiga suara).

Teknik terlarang

Teknik-teknik atau waza yang berbahaya tidak diijinkan penggunaannya. Total teknik terlarang berjumlah 31 (32 untuk perempuan). Judoka akan dikenai empat tingkatan sanksi, tergantung seberapa berat pelanggaran yang dilakukan. Untuk tiap-tiap jenis pelanggaran, pertandingan dihentikan sejenak dan kedua judoka kembali ke garis masing-masing.
Pelanggaran ringan (shido) adalah peringatan untuk pelanggar peraturan yang tidak seberapa berbahaya. Judoka diberi peringatan awasete chui jika melakukannya untuk kedua kalinya. Pelanggaran ini memiliki nilai berkebalikan dengan satu koka. Beberapa tindakan yang akan mendapat peringatan:
  • Seorang judoka kehilangan semangat bertarung dan tidak menyerang selama lebih dari 30 detik
  • Melepas ikat pinggang lawan atau ikat pinggang sendiri tanpa izin dari juri
  • Melilit tangan lawan dengan ujung ikat pinggang (atau ujung baju)
  • Memelintir atau berpegang pada ujung lengan baju maupun celana lawan
  • Memasukkan bagian seragam lawan manapun ke dalam mulut (menggigit seragam lawan)
  • Menyentuh wajah lawan dengan bagian tangan atau kaki manapun
  • Menarik rambut lawan
  • Mengunci telapak tangan lawan dengan telapak tangan sendiri selama lebih dari 6 detik dalam posisi berdiri
Pelanggaran kecil (chui) adalah peringatan untuk pelanggaran yang lebih berat dari pelanggaran ringan. Pelanggaran ini memiliki efek negatif sebesar yuko Beberapa contohnya sebagai berikut:
  • Memasukkan bagian kaki manapun ke seragam lawan, baik ikat pinggang maupun jaket, selama kuncian dilakukan lawan
  • Mencoba mematahkan jari lawan untuk melepaskan genggaman lawan
  • Menendang tangan lawan dengan kaki atau lutut untuk lepas dari cengkeraman lawan
Pelanggaran berat (keikoku) adalah pelanggaran yang dapat dikenai sanksi dan teguran keras. Judoka yang melakukan pelanggaran ini akan dikurangi nilainya sebesar setengah angka. Dua pelanggaran kecil memungkinkan dikenainya sanksi yang sama. Contoh pelanggaran-pelanggaran berat:
  • Mengunci lengan lawan (kansetsu waza) di manapun selain di sikut
  • Menarik lawan yang tergeletak menengadah ke atas di lantai dan kemudian membantingnya kembali
  • Seorang judoka melakukan tindakan berbahaya apapun yang bertentangan dengan jiwa judo.
Pelanggaran serius (hansoku make) adalah pelanggaran yang dapat membuat seorang judoka didiskualifikasi karena melakukan pelanggaran yang sangat berat sehingga membahayakan baik lawannya maupun orang lain. Empat kali peringatan (shido) juga dapat dikenai sanksi ini.

Posisi tubuh dalam judo

Posisi tubuh yang benar merupakan bagian yang penting di dalam judo.

Posisi duduk

Duduk bersila (seiza) Dari posisi berdiri, kaki kiri ditarik ke belakang, lalu lutut kiri diletakkan ke lantai di tempat di mana jari kaki kiri tadinya berada. Lakukan hal yang sama dengan kaki kanan, dan kedua kaki pada saat ini harus bersangga pada jari kaki dan lutut. Kemudian luruskan jari kaki sejajar dengan lantai dan pantat diletakkan di atas pangkal kaki. Letakkan kedua tangan di atas paha masing-masing sisi. Untuk berdiri, lakukan prosedur yang sama dengan cara terbalik.
Memberi hormat (zarei) Dengan bersila, bungkukkan badan ke depan sampai kedua telapak tangan menyentuh lantai dengan jari tangan menghadap ke depan. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi bersila.

Posisi berdiri

Memberi hormat (ritsurei) Berdiri dengan kedua pangkal kaki didekatkan, bungkukkan badan ke depan sekitar 30 derajat dengan telapak tangan di depan paha. Diam dalam posisi ini selama beberapa saat, kemudian kembali ke posisi berdiri.
Posisi alami (shizen tai) Kaki dibuka sekitar 30 cm dalam posisi natural dengan berat badan yang dibagi sama rata di kedua kaki. Istirahatkan otot bahu dan tangan. Ini adalah postur dasar dan alami judo.
Posisi bertahan (jigo tai) Dari posisi alami, kaki dibuka lebih lebar, lutut ditekuk agar pusat gravitasi tubuh lebih turun.
Melangkah (suri ashi) Cara berjalan di dalam judo dengan cara telapak kaki menyusuri lantai untuk menjaga kestabilan. Pastikan langkahnya sama rata dan pusat gravitasi tetap di posisi yang sama agar dapat bergerak lincah ke segala arah.
  • Kanan-kiri (ayumi ashi): Seperti berjalan biasa, telapak kaki melewati satu sama lain ketika berjalan
  • Kanan-kanan (tsugi ashi): Setelah kaki pertama maju, kaki kedua yang maju tidak melebihi posisi kaki pertama

Posisi jatuh dan berguling

Menguasai posisi ini memungkinkan untuk melindungi diri sendiri ketika dijatuhkan atau dibanting lawan dan mengurangi ketakutan ketika dilempar oleh lawan.
Jatuh ke belakang (ushiro ukemi) Kaki disatukan dan tangan juga disatukan, jatuhkan punggung ke matras dengan tangan lurus di samping tubuh dan telapak tangan menyentuh lantai untuk menahan jatuh. Lindungi bagian belakang kepala dengan menyentuhkan dagu ke tubuh.
Jatuh ke samping (yoko ukemi) Dari posisi berdiri, jatuhkan diri ke belakang, angkat kedua kaki satu persatu, kemudian angkat kedua tangan di depan tubuh. Berguling ke kanan (atau kiri) matras dengan kepala tetap dilindungi agar tidak menyentuh lantai. Kemudian tahan tubuh dengan tangan dan telapak tangan kanan (atau kiri).
Jatuh ke depan (mae ukemi) Jatuhkan diri ke depan dengan kedua telapak tangan di depan muka, sikut ditekuk. Jatuh tertelungkup dengan ditahan oleh kedua tangan, badan diluruskan, otot perut dikencangkan, dan tahan tubuh dengan ditahan oleh kedua tangan dan jari kaki (lutut diangkat).
Berguling ke depan (mae mawari ukemi) Berguna pada saat dilemparkan oleh lawan. Dari posisi berdiri, kaki kanan dimajukan telapak tangan kiri disentuhkan ke lantai. Bahu kanan kemudian dilemparkan ke depan dengan telapak tangan menghadap ke belakang, ini dilakukan bersamaan dengan kedua kaki menjejak lantai dan berguling ke depan. Kedua kaki dan tangan hendaknya menyentuh lantai secara bersamaan.

Teknik Judo

Teknik bantingan judo (nage waza) dapat dibagi menjadi teknik berdiri (tachi waza) dan teknik menjatuhkan diri (sutemi waza). Teknik berdiri dibagi lagi menjadi teknik tangan (te waza), teknik pangkal paha (koshi waza), dan teknik kaki (ashi waza). Teknik menjatuhkan diri dibagi lagi menjadi teknik menjatuhkan diri ke belakang (ma sutemi waza) dan teknik menjatuhkan diri ke samping (yoko sutemi waza)
Teknik kuncian judo (katame waza) dapat dibagi menjadi teknik menahan (osae waza atau osaekomi waza), teknik jepit (shime waza), dan teknik sambungan (kansetsu waza)
Teknik menyerang (atemi waza) dengan tendangan atau pukulan bahkan dengan senjata pisau atau pedang kadang digunakan untuk latihan bagi judoka tingkatan tinggi, walaupun dalam pertandingan resmi hal tersebut dilarang (demikian pula pada saat latihan bebas (randori)

Teknik bantingan (teknik berdiri)

  • Sapuan lutut - hiza guruma
  • Jegal dari belakang - o soto gari
  • Jegal dari depan - 'ko uchi gari
  • Sapuan samping - deashi barai
  • Bantingan paha - uchi mata
  • Bantingan pangkal paha memutar - o goshi
  • Bantingan pangkal paha angkat - surikomi goshi
  • Bantingan pangkal paha sapuan - harai goshi
  • Lemparan bahu - seoi nage
  • Menjatuhkan tubuh - tai otoshi
  • Lemparan guling belakang - tomoe nage

Teknik kuncian (teknik berbaring)

Teknik kuncian (katame waza) disebut juga teknik berbaring (ne waza) karena teknik ini dilakukan ketika seorang judoka atau lawannya berbaring menghadap ke atas atau ke bawah.
  • Kuncian pinggang - kesa gatame
  • Kuncian bahu - kata gatame
  • Kuncian empat sisi - yoko shiho gatame
  • Kuncian empat sisi atas - kami shiho gatame
  • Kuncian belakang - kataha jime
  • Kuncian kalung - okuri eri jime
  • Kuncian tangan - ude garami
  • Kuncian tangan silang - ude hishigi juji gatame

Pertolongan pertama judo

Seringkali di dalam pertandingan judo, seorang judoka mengalami asphyxia, di mana judoka mengalami kesulitan bernapas karena kekurangan oksigen. Untuk itu, judo telah mengembangkan suatu pertolongan pertama untuk mengembalikan kesadaran mereka yang terkena asphyxia atau aspiksia. Hal ini dapat terjadi jika kuncian yang dilakukan terlalu kuat sehingga lawan berhenti bernapas sesaat. Orang tersebut segera memerlukan pertolongan darurat di tempat.

Judo di Indonesia

Judoka Indonesia bernaung di bawah PJSI (Persatuan Judo Seluruh Indonesia) yang bernaung di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Tokoh-tokoh Judo Indonesia antara lain Ferry Sonneville, pebulutangkis yang aktif membidani lahirnya PJSI; Perry G. Pantouw, juara SEA Games 1983; Kresna Bayu, Maya Fransisca, Ira Purnamasari, Aprilia Marzuki, Peter Taslim, atlet judoka Indonesia.
Pada tahun 1970-an dan 1980-an dikenal nama-nama atlet seperti Bambang Prakasa, Ceto Cosadek, Raymond Rochili dsb. Dibawah kepemimpinan Ir. Soehoed saat itu, Judo merintis didirikannya training center untuk pelatnas di Ciloto, Puncak, Jawa Barat. Saat itu di Jakarta sangat berkembang berbagai perguruan Judo, seperti misalnya Judo Waza di Jakarta Selatan (dipimpin oleh alm. Robert Judono/ Robert Jung), Perguruan Judo Tiang Bendera di Jakarta Utara, dan sebagainya.
Saat ini perkembangan Judo di daerah juga mulai pesat. Semisal perdepokan Judo Mataram Bantul (Wiramataram) dibawah bimbingan Guru Om Tjong (Budy Tanudjaya) dan dipimpin oleh Dain Santoso meraih 8 emas di kejuaraan Judo daerah DIY.

 

ASAL MULA JU-JITSU DI INDONESIA

Asal mula ju-jitsu masuk ke indonesia
Ju-jitsu masuk ke indonesia sejak tahun 1942 (saat penjajahan jepang). waktu itu seorang tentara jepang bernama MR. Ishikawa mewarisi ilmu ju- jitsu kepada tentara pejuang peta yang bernama raden sutopo di daerah PONOROGO. 

Kemudian Raden Sutopo mengajarkan beladiri Ju-Jitsu kepada 2 (dua) orang Keturunan Batak Kelahiran di Ponorogo yaitu : Drs. Djousa PM sitompul, SH dan Firman Sitompul. Dari kedua orang inilah Ju-Jitsu berkembang hingga saat ini. Adapun Bapak DPM Sitompul dan Firman Sitompul saat ini menjadi Guru Besar Ju-Jitsu Indonesia dengan strata tingkatan sabuk DAN X (sepuluh DAN).
Pada tahun 1980 dengan akte notaris Lumban Gaol SH, didirikan yayasan INSTITUT JU-JITSU INDONESIA (IJI) di Jakarta. Adapun teknik yang dipelajari didalam Ju-Jitsu yang bernaung dalam IJI adalah :
^ Pukulan^ Tangkisan^ Tendangan^ Bantingan^ Kuncian^ Ilmu jatuh^ Penggunaan Senjata Tajam^ Pernafasan
Dengan nama aliran KYUSHIN RYU, disebabkan yang membawa Ju-Jitsu ke Indonesia bernama Mr. Ishikawa maka nama aliran Ju-Jitsu Indonesia I - KYUSHIN RYU.
Sekitar Bulan Juli 1981 jajaran Dewan Pelatih Ju-Jitsu Indonesia melakukan demonstrasi penggunaan teknik beladiri Ju-Jitsu di depan DUTA BESAR Jepang untuk Indonesia. Dimana setelah demo tersebut terbitlah surat pengakuan pada tanggal 27 Juli 1981 dari KEDUTAAN BESAR Jepang di Indonesia bahwa beladiri Ju-Jitsu di Indonesia sudah sesuai dengan aslinya dari jepang
Pada tahun 1999 dengan keluarnya surat Kapolri No.Pol : B/3545/IX/1999 tanggal 27 September 1999 yang ditanda tangani oleh Kapolri (saat itu Jendral (POL) Roesmanhadi). Memberitahukan kepada seluruh jajaran anggota Polri, bahwa beladiri Polri wajib anggota Polri adalah beladiri Ju-Jitsu.
Saat ini Ju-Jitsu sudah berkembang pesat di Sekolah, Universitas, Instansi Pemerintah, Militer, Swasta dan lainnya.
JIU-JITSU ERA-70
# Pada era 1970an, beberapa orang pemuda Indonesia yang dulu berlatih di luar negeri dan kembali ke Indonesia turut meramaikan khasanah kekayaan seni beladiri Jujutsu di Indonesia, antara lain adalah Bapak C.A. Taman yang kemudian mendirikan perguruan Wadokai pada tahun 1972 dan turut membidani kelahiran perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) pada tahun 1997. C.A. Taman adalah satu-satunya putra bangsa Indonesia yang sempat berlatih langsung dengan grandmaster Hironori Otsuka, sang pewaris ke 4 dari aliran Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dan pendiri aliran Wado-ryu Karate. Ben Haryo, yang sekarang menjadi instruktur kepala (wakil guru besar) untuk GBI, adalah murid langsung beliau. Selain Ben Haryo, orang lain yang berjasa kepada perkembangan GBI adalah Saleh Jusuf, seorang ahli beladiri yang lama tinggal di Negeri Belanda, dan semasa tinggal disana sempat mempelajari Judo dari Mr. Willem Ruska (juara Olympiade), Jujutsu dari Mr. John Phillips dan Sambo (gulat Rusia) dari Mr. Chris Doelman.
# GBI di Indonesia dikenal sebagai organisasi "kosmopolitan" karena sering menerima murid dari kalangan orang asing, dan berafiliasi dengan banyak guru besar Jujutsu yang berada di luar negeri. Nama-nama seperti Prof. George Kirby (American Jujutsu Association, USA), Prof. Harold Brosious (Ketsugo Jujutsu USA) dan Col. Roy Hobbs (Sekai Dentokan Renmei) masih tercatat sebagai anggota dewan penasehat GBI. Aliran Dentokan Aiki Jujutsu yang diajarkan oleh Col. Roy Hobbs, disebarkan di Indonesia oleh Bp. Ben Haryo, dan diajarkan sebagai salah satu aliran Jujutsu yang berada dalam ruang lingkup GBI Club. Pada bulan Maret 2009, Col. Roy Hobbs mengutus Mr. Andy Roosen (DAN-5) untuk mengunjungi markas GBI di Jakarta dan melakukan seminar kecil untuk beladiri praktis (Goshin Jutsu dan Aiki Jujutsu), latihan gabungan, penyeragaman teknik dan perbandingan hasil riset, sekaligus merayakan ulang tahun GBI dan meresmikan GBI sebagai Dentokan Indonesia, dibawah pimpinan Ben Haryo sebagai pelatih resmi pertama di Indonesia, dan tercatat dalam sejarah sebagai murid pertama Col. Roy Hobbs di Asia Tenggara. Col. Hobbs sendiri mempelajari seni beladiri Aiki Jujutsu tersebut dari guru besar Okuyama Ryuho (dari aliran Hakko-ryu) dan Irie Yasuhiro (dari aliran Kokodo-ryu) di Jepang pada tahun 1980an-1990an sampai dinobatkan sebagai Shihan (Master Instructor) oleh guru besar Ryuho Okuyama dan Menkyo Kaiden (sudah menamatkan seluruh pelajaran dalam perguruan) oleh Irie Yasuhiro.

Pengertian Ju-jitsu

ju-jitsu


Jujutsu (bahasa Jepang: 柔術, jūjutsu; juga jujitsu, ju jutsu, ju jitsu, atau jiu jitsu) adalah nama dari beberapa macam aliran beladiri dari Jepang. Tidaklah betul jika dikatakan bahwa Ju-Jitsu mengacu pada satu macam beladiri saja.
Jujutsu pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan diri yang bersifat defensif dan memanfaatkan "Yawara-gi" atau teknik-teknik yang bersifat fleksibel, dimana serangan dari lawan tidak dihadapi dengan kekuatan, melainkan dengan cara "menipu" lawan agar daya serangan tersebut dapat digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Dari seni beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa seni beladiri lainnya yang mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga berasal dari Jepang.

Macam - macam jujitsu


Jujutsu terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi atas dua "gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan dari kedua macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di zaman modern, sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai contoh, Jujutsu yang diciptakan di zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang diciptakan di zaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan) dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk melakukan teknik-teknik tersebut diatas. Teknik-teknik tersebut lahir dari metode pembelaan diri kaum Samurai (prajurit perang zaman dahulu) di saat mereka kehilangan pedangnya, atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena tidak ingin melukai atau membunuh lawan).
Jujutsu pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan diri yang bersifat defensif dan memanfaatkan "Yawara-gi" atau teknik-teknik yang bersifat fleksibel, dimana serangan dari lawan tidak dihadapi dengan kekuatan, melainkan dengan cara "menipu" lawan agar daya serangan tersebut dapat digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Dari seni beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa seni beladiri lainnya yang mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga berasal dari Jepang.
Jujutsu terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi atas dua "gaya", yaitu tradisional
dan modern. Gerakan dari kedua macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di zaman modern, sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai contoh, Jujutsu yang diciptakan di zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang diciptakan di zaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).